Jumat, 06 Februari 2009

skripsi vs fiksi

Ima Marsczha loves writing! Gue merasa bisa jauh lebih jujur ketika gue menggunakan media tulisan untuk mengungkapkan isi hati gue. Tapi, entah kenapa, gue nggak bisa menyelesaikan skripsi gue dengan baik. Kenyataannya, gue menyelesaikan kuliah pada waktu yang tepat. Tapi, skripsi gue doang, nih, yang akhirnya jadi berlarut-larut sampai sekarang, kira-kira empat tahun berlalu.

Gue cukup bangga mengetahui tulisan gue, The Devil Loves Cinnamon, dianggap cukup layak untuk dijual. Tapi, gue juga ngerasa malu karena belum juga bisa menyusul temen-temen seumuran gue dalam bidang akademis. Mereka udah pada mau memetik gelar sarjana yang kedua. Sedangkan gue? Satu pun belum. *sigh!*

Masih jelas dalam ingatan gue. Masuk ke tahun kedua perjuangan gue memetik gelar, nyokap gue adalah orang yang paling kelihatan gelisah. Salah satunya, mungkin, karena adek gue yang kuliah di ITB menyuarakan kekhawatirannya. Intinya, nyokap gue mulai sering menanyakan, menyuruh, sampai memohon supaya gue menyelesaikan si skripsi. Tapi, gue bergeming. Antara putus asa, bosan, dan muak, gue berusaha sejarang mungkin menyentuh-nyentuh skripsi. Pertanyaan, makian sampai permohonan nyokap gue cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Gue berubah jadi anak durhaka.

Juli 2008 lalu, gue menerima kabar baik bahwa naskah novel gue diterima oleh GagasMedia dan masuk ke tahap editing. Kabar baik ini pun gue sampaikan sambil sombong kepada nyokap dan adek2 gue. Mereka bahagia, tentunya. Dan, langsung minta traktiran. Perjalanan dari kabar baik itu, meski tidak mudah, tapi toh akhirnya sampai peluncuran di Januari 2009 ini.

Perubahan baik yang gue dapat dari peluncuran itu bukan hanya dari sisi finansial, dimana akhirnya gue punya sumber penghasilan sendiri. Tapi, juga dari hal lain. Gue menyadari bahwa nyokap gue sudah tidak pernah lagi memohon, menyuruh, bahkan menanyakan soal skripsi. Bahkan, ketika suatu pagi gue menelpon beliau jam tujuh pagi dan mengadu bahwa gue terbangun dan nggak bisa tidur lagi, nyokap malah nyuruh gue menulis novel baru, yang btw baru sampai tahap ide. Menurut gue ini adalah suatu terobosan besar. Soalnya, waktu nulis The Devil Loves Cinnamon aja, gue harus ngumpet-ngumpet bahkan pake bohong segala sama nyokap.

Nyokap gue udah nggak pernah lagi menyinggung-nyinggung soal skripsi. Yang gue heran, keinginan untuk menulis lagi malah muncul dari dalam hati gue sendiri. Baru mulai bulan ini, sih, gue mulai semangat lagi! Bahkan, gue berhasil menyelesaikan file excel gue, yang memungkinkan nilai-nilai yang gue butuh muncul secara otomatis begitu memasukkan data input, hanya dalam dua jam saja! Padahal, berbulan-bulan kemaren, gue sampe eneg mikirin formula yang tepat tapi nggak ketemu juga.

Huh! Intinya, apa pun yang kita kerjain, kalo dikerjain pake hati, emang jadinya guampaaaaaaaang buangeeeeeet!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar