Selasa, 02 Maret 2010

Topik intim yang sering ditabukan

Beberapa hari yang lalu, seseorang yang cukup dekat dengan gue (untuk lebih mudahnya, seterusnya akan gue sebut Miss B) memulai obrolan dengan topik yang intim, yaitu seputar aset-aset fisik seorang perempuan. Miss B bilang dia merasa kalau payudaranya tidak seperti punya teman-temannya. Sedikit banyak, dia jadi minder soal itu. Memang, Miss B udah memasuki akhir masa remajanya, jadi, wajar aja dia mulai mencemaskan area-area pribadi yang menimbulkan pertanyaan "kok, beda, ya?" di kepalanya.

To be honest, gue pun pernah mengalami masa itu. Malah, every once in a while, gue akan berdiri di depan cermin dengan kening berkerut. "Kenapa bagian ini begini?" dan "kenapa bagian itu begitu?" pastinya akan terpikir juga. Gue pun sering bertanya-tanya sendiri, apakah orang lain juga sering bertanya-tanya hal yang sama? Dan, seperti apakah aset-aset perempuan-perempuan lain? Ada nggak yang bentuknya kayak punya gue?

Sama seperti banyak orang lain, di keluarga gue pun, topik-topik begini nggak pernah tercetus. Ada aturan-aturan tak tertulis (maupun terkatakan) yang melarang topik ini. Bikin bingung, pastinya. Tapi, nyokap gue kolot dalam hal ini. Akhirnya, sejak remaja, gue menelan sendiri pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Gue hanya bisa berpikir bahwa gue memang nggak sempurna. Gue akan sangat kesulitan mendapatkan pasangan hidup karena payudara kiri gue lebih besar dari yang kanan, dan bentuknya tidak sama dengan punya nyokap. Tapi, ini pemahaman yang salah kaprah.

Di suatu semester semasa kuliah dulu, gue pernah bikin penelitian tentang remaja dan situs porno. Untuk riset (dan memenuhi rasa penasaran, hehehehehe...) gue pun berenang-renang di berbagai situs porno. Did I have fun? Of course! Gue akhirnya mendapat jawaban bahwa memang setiap perempuan punya bentuk payudara (dan vagina, tentunya) yang berbeda. Nggak ada yang persis sama, dan sama sekali nggak ada hubungannya dengan pasangan hidup. Selain itu, gue jadi menyadari bahwa melarang topik-topik yang-ditabukan-dalam-masyarakat untuk dibicarakan dalam keluarga beresiko besar.

Seperti gue, banyak anak lain yang tidak mendapat pengetahuan tentang topik-yang-tabu ini dari keluarganya, akhirnya mencari jawaban-jawaban tersebut di tempat lain. Dalam kasus gue, lewat internet. Lucky me, gue sudah cukup dewasa ketika akhirnya melakukan hal itu. Meskipun sebenarnya gue terlambat mengetahui, tapi keterlambatan membuat gue cukup dewasa untuk bisa memahami topik-yang-tabu itu dengan kacamata ilmu pengetahuan. Gue nggak perlu merasakan efek-efek negatif dari situs-situs porno yang gue buka. Tapi, unlike me, banyak anak lain yang akhirnya malah terjerumus dalam efek-efek negatif itu.

Salah siapa? Salah orangtuanya, tentunya.

Pertama, kalau topik intim, seperti payudara, penis, dan seks nggak ditabukan dalam keluarga, anak akan punya sumber yang pasti sehingga mereka nggak perlu mencari jawaban dari sumber lain. Of course, orangtua bukan Dr. Boyke yang tahu almost everything about sex. Tapi, justru disitulah perannya. Ketika orangtua menjelajahi dunia maya, misalnya, untuk mencari jawaban dari pertanyaan si anak, orangtua berhak (dan wajib) meletakkan batasan-batasan sampai sejauh mana si anak perlu tahu tentang topik yang mereka tanyakan. Tapi, dengan menjadi terbuka terhadap topik-topik intim, orangtua memberikan semacam kode-kode kepada anak bahwa si ayah atau ibu bisa menjadi tempat untuk bertanya yang bisa diandalkan.

Kedua, orangtua kurang menaruh perhatian sampai banyak anak yang berkeliaran dengan bebas di warnet. Gue juga dibesarkan dalam keluarga dimana kedua orangtua bekerja. Gue paham bahwa orangtua nggak mungkin memberikan perhatian 24 jam penuh. Tapi, bagaimanapun anak adalah tanggung jawab orangtua. Orangtua harus bisa memberikan batasan-batasan soal apa yang boleh dan yang nggak boleh dilakukan anak, juga tempat-tempat yang boleh dan nggak boleh dikunjungi.

Well, meskipun udah muter-muter ke mana-mana, sebenernya post ini gue tulis untuk merekomendasikan Intimate Medicine. Meskipun banyak gambar-gambar sensual di dalamnya, situs ini nggak porno. Artikel-artikelnya membahas payudara, vagina, penis, dan seks (dan berbagai hal lain yang berkaitan) dari sudut pandang medis dan sosial. Jadi, situs ini aman. Walapun begitu, gue tidak menyarankan anak-anak yang belum cukup umur untuk membaca situs ini tanpa pengawasan orang dewasa, ya?

Tambahan untuk para orangtua: Ada perbedaan individu untuk kategori cukup umur. Usahakan untuk tidak menilai anak masih terlalu kecil. Meskipun secara usia masih kecil, kalau di dalamnya dia sudah cukup umur, dia akan siap. Secara pribadi, gue berpendapat bahwa saat paling tepat untuk mulai memberikan pendidikan seks pada anak adalah ketika si anak mulai bertanya soal ini. Jadi, kita harus memastikan bahwa kepada orangtua-lah anak pertama kali bertanya soal seks. That way, we know they're ready.

Menulis post ini membuat gue bersyukur gue belum jadi orangtua. Selamat berjuang, orangtua!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar