Jumat, 11 Desember 2009

Writing 102: Stay Focus!

Ah! Sudah lama membolos, akhirnya gue menulis lagi seri writing ini.

So? Gimana perkembangan latihan menulisnya?

Kali ini, gue masih akan menulis tentang topik. Setelah menemukan topik yang memuaskan dan mulai menulis, masalah yang biasanya mengikuti adalah kesulitan untuk tetap berada di jalur utama. Sangat besar kemungkinannya, hanya gue yang mengalami ini sebagai akibat dari sifat-sifat dasar yang pembosan dan mudah teralihkan. Tapi, untuk lo yang mungkin mengalami hal yang sama, gue akan memberikan tips-tips yang sering gue coba.

Pertama, buatlah kerangka karangan. Waktu sekolah, gue benci banget bikin kerangka karangan. Kerangka karangan bikin gue merasa terpenjara dalam batasan-batasan yang gue buat sendiri. Tapi, itu dulu. Sekarang, gue malah merasa sangat terbantu oleh si kerangka karangan.

Kuncinya adalah jangan membuat kerangka karangan yang terlalu mendetil. Buatlah yang singkat! Kerangka karangan gue biasanya hanya memuat satu-dua kalimat per bab. Ini akan membebaskan imajinasi lo tanpa membuatnya melenceng terlalu jauh. Melenceng dikit aja sih nggak pa-pa. Kalo naskah lo diterima penerbit, editor akan sangat membantu untuk meluruskan.

Berikut ini adalah kerangka karangan gue untuk TDLC:
1.Ibu koma.
2.Widya akan melakuksn apapun untuk membuat ibunya sadar.
3.Ibunya meninggal.
4.Kesepian dan putus asa, Widya mengambil keputusan-keputusan yang disesalinya kemudian dan berteman dengan orang yang salah.
5.Ayah menganggap Widya butuh teman bicara, tapi tidak mau putrinya salah memilih teman lagi. Ia menjodohkan Widya dengan putra rekan kerjanya.
6.Widya akhirnya pasrah menghadapi jalan hidup yang dia hadapi. Ia sudah letih membuat rencana-rencana. Toh, akhirnya semua rencananya berantakan.
Dan seterusnya...

Biasanya, kehilangan fokus juga terjadi karena kita lupa mau nulis apa. Yah, ide memang bisa muncul di mana aja—ketika kita lagi nongkrong di WC, duduk ngantuk dalam bis kota, atau lagi ngelamun sambil dengerin dosen ngajar di kelas—dan waktu kita siap untuk nulis lagi, ternyata kit udah lupa ide yang sempet terbersit itu. Damn! I hate that! Akhirnya, kita jadi nulis sesuatu yang sama sekali beda, yang terus membuat kita melenceng dari apa yang awalnya kita rencanain.

Solusi gue untuk masalah ini sebenernya guampaang buangeet. Bawalah notebook!

Maksud gue bukan laptop atau sejenisnya, tapi notebook beneran. Buku tulis. Nggak usah gede-gede. Punya gue ukurannya cuma A6 dan bisa dimasukin ke tempat pensil. Mungkin terdengar kuno. Hari gini, jaman orang-orang bawa laptop, masa gue bawa buku tulis? Tapi buku tulis ini kelak akan jadi harta berharga lo ketika lo udah memulai langkah untuk jadi penulis. Lo akan menulisi buku ini dengan berbagai macam ide yang tiba-tiba muncul, kapanpun, dimanapun, apapun itu.

Bayangin aja kalo lo lagi di bis kota, ngelamun sambil ngeliatin orang di pinggir jalan, terus tiba-tiba dapet ide. Kalopun lo bawa laptop, it will be hard and risky to open it, right? Buku tulis sangat praktis. Lo bisa langsung nulis apapun yang terlintas di kepala lo. Kalopun ternyata nggak relevan dan nggak bisa dipake dalam cerita yang lagi lo tulis—trust me!—lo nggak akan pernah lupa sama ide itu. Suatu ketika lo butuh, lo tinggal buka buku tulis kecil lo lagi dan ide itu masih akan ada di sana, menunggu saat-saat yang tepat untuk membantu lo jadi penulis terkenal.

Sudah semakin gemas untuk jadi penulis? Kalo lo mau skip dan langsung kirim naskah ke penerbit, silakan, lho! Gue akan tetap menulis langkah demi langkah di seri writing ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar